Rabu, 30 Januari 2013

MAKALAH PENERAPAN KESRAWAN DI RPH

1I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi dalam  makanan  yang dikonsumsi, terutama gizi yang berasal dari hewani atau daging. Hal ini menyebabkan permintaan akan daging semakin terus meningkat. Permintaan akan daging yang semakin hari semakin meningkat ini membuat beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) kurang memperhatikan aspek kesehatan, agama dan kesejahteraan hewan yang telah sesuai dengan ketentuan badan kesehatan hewan dunia (OIE) sehingga kasus ini menjadi salah satu permasalahan dalam pembangunan peternakan di Indonesia.
Adanya kasus penyiksaan terhadap sapi yang akan dipotong, disamping melanggar UU, tidak manusiawi, juga bertentangan dengan nilai agama. Oleh karena itu pemerintah harus serius mengontrol kualitas RPH agar memenuhi standar higienis, aman, kesmawet, dan animal welfare. Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), RPH dan kesejahteraan hewan (animal welfare) sudah diatur di UU 6/1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Peraturan Mentan 13/2010 tentang Persyaratan RPH Hewan Ruminansia dan Unit Penangan Daging (Meat Cutting Plant). Di pasal 66 UU 18/ 2009, misalnya, disebutkan bahwa pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di RPH dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesmavet dan animal welfare.
Dengan adanya rancangan Undang-Undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan akan berfungsi sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan sehingga pembangunan peternakan khususnya dalam bidang pemotongan hewan bisa menjamin kesejahteraan bagi hewan ternak dan produk daging yang dihasilkan dari proses pemotongan terbukti ASUH ( Aman, Sehat, Umun dan Halal).


I.2 Tujuan
1.      Sebagai salah satu tugas wajib mata kuliah Abatoir dan Pemotongan Hewan.
2.      Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang kesejahteraan hewan yang baik di RPH.

I.3 Manfaat
1.      Manfaat makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa mengenai konsep kesejahteraan hewan yang baik di RPH maupun pada peternakan.
2.      Juga dapat menjadi referensi bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya para peternak unggas agar dapat menerapkan kesejahteraan hewan di peternakan.


II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)
Kata ‘sejahtera’ dalam kesejateraan hewan (animal welfare) berarti kualitas hidup yang meliputi berbagai elemen yang berbeda-beda seperti kesehatan, kebahagiaan dan panjang umur yang untuk masing-masing orang mempunyai tingkatan yang berbeda dalam memberikannya (Tannenbaum 2007).
Menurut laporan Brambell Committee, setiap hewan direkomendasikan memiliki cukup kebebasan untuk dapat bergerak, menyarankan bahwa setiap hewan harus memiliki kebebasan untuk bergerak yang cukup tanpa adanya kesusahan untuk berbalik, berputar, merawat dirinya, bangun, berbaring, meregangkan tubuh ataupun anggota badannya. Berbagai upaya telah diusahakan untuk mendefinisikan istilah welfare (Albright 2007). Definisi lain memberikan gambaran bahwa animal welfare adalah sebuah perhatian untuk penderitaan hewan dan kepuasan hewan (Gregory 2005). Sedangkan ilmu animal welfare adalah ilmu tentang penderitaan hewan dan kepuasan hewan. Kesejahteraan memiliki banyak aspek yang berbeda dan tidak ada ungkapan sederhana, permasalahannya sangat banyak dan beragam.
Animal welfare mengacu pada kualitas hidup hewan, kondisi hewan dan parawatan/perlakuan terhadap hewan (Dallas 2006). Menurut Undang Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan definisi kesejahteraan hewan ialah usaha manusia memelihara hewan, yang meliputi pemeliharaan lestari hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan perlindungan yang wajar.
Upaya yang dapat dipertimbangkan untuk mewujudkan kesejahteraan hewan ada dua macam, yaitu mengusahakan hewan hidup sealami mungkin atau membiarkan hewan hidup dengan perjalanan fungsi biologisnya. Setiap hewan yang dipelihara manusia setidaknya diusahakan terbebas dari penderitaan yang tidak perlu (Damron 2006). Menurut Dallas (2006) kesejahteraan hewan (animal welfare) dapat diukur dengan indikator Lima Kebebasan (five freedoms), yaitu :
A.  Bebas dari Rasa Haus dan Lapar (Freedom from Hunger and Thirst)
Untuk mencegah hewan dari rasa lapar dan haus, makanan yang layak, bergizi dan juga akses langsung terhadap air bersih perlu disediakan. Dengan menyediakan tempat makanan dan minuman yang memadai akan dapat mengurangi terjadinya penindasan dan kompetisi diantara mereka.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pertama dalam hidup. Kebebasan dari rasa haus dan lapar ini ditempatkan di urutan pertama karena ini sangat mendasar, primitif dan tidak dapat ditolerir. Lapar adalah saat-saat hewan terstimulasi
untuk makan. Hewan memerlukan akses yang mudah terhadap makanan dan minuman untuk menjaga kesehatan dan kebugaran (Le Magnen 2005).
B. Bebas dari Rasa Tidak Nyaman (Freedoms from Discomfort)
Ketidaknyamanan disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak sesuai pada hewan. Bebas dari rasa tidak nyaman dapat diwujudkan dengan menyediakan tempat yang sesuai seperti penyediaan kandang/tempat berlindung yang nyaman (ventilasi memadai, suhu dan kelembaban yang cukup, adanya lantai, tempat tidur dan sebagainya). Hewan akan merasa nyaman pada lingkungan yang tepat, termasuk perkandangan dan area beristirahat yang nyaman.
C. Bebas dari Rasa Sakit, Luka dan Penyakit (Freedom from Pain, Injury and Disease)
Secara sangat sederhana, sehat pada hewan secara individu dapat didefinisikan negatif sebagai ‘tidak adanya symptom penyakit’. Penyakit yang sering timbul di peternakan adalah penyakit produksi. Penyakit ini adalah penyakit akibat kekeliruan manajemen ternak atau akibat sistem yang diberlakukan di peternakan. Penyakit produksi meliputi malnutrisi, trauma dan infeksi yang diderita hewan selama hewan dipelihara oleh manusia. Kebebasan ini dapat diwujudkan dengan pencegahan diagnosa yang tepat dan perawatan.
D. Bebas Mengekpresikan Perilaku Normal (Freedom to Express Normal Behavior)
Hewan mempunyai kebiasaan atau perilaku yang khas untuk masing-masing ternak. Dalam perawatan manusia, hewan mungkin memiliki lebih sedikit kesempatan untuk mengekspresikan perilaku normalnya. Pada kondisi ekstrim, hal yang mungkin terjadi justru hewan menunjukkan perilaku menyimpang. Penyediaan ruang yang cukup, fasilitas yang benar dan teman bagi hewan dari sejenisnya akan membantu hewan mendapat kebebasan menunjukkan perilaku normalnya (Phillips 2006).
E. Bebas dari Rasa Takut dan Stres (Freedom from Fear or Distress)
Menurut Moberg (2005) stress berpengaruh terhadap kesejahteraan hewan tergantung besar kecilnya kerugian biologis akibat stress tersebut. Stres tidak hanya merupakan keadaan saat hewan harus beradaptasi melebihi kemampuannya, tetapi juga pada saat hewan mempunyai respons yang lemah bahkan terhadap rangsangan ‘normal’ sehari-hari (Duncan dan Fraser 2006).
Takut merupakan emosi primer yang dimiliki hewan yang mengatur respon mereka terhadap lingkungan fisik dan sosialnya. Rasa takut kini dianggap sebagai stresor yang merusak hewan (Jones 2006). Rasa takut yang berkepanjangan tentu akan berimbas buruk bagi kesejahteraan hewan. Oleh karena itu, perilaku peternak sangat berperan dalam membangun sikap hewan terhadap peternak. Cheeke (2005) menitikberatkan pada tehnik manajemen hewan yang mengurangi atau menghilangkan stres sebagi komponen penting dari animal welfare.
Kelima poin di atas merupakan daftar kontrol status kesejahteraan hewan secara umum saja. Penjabaran kesejahteraan hewan ke dalam lima aspek kebebasan tidaklah mutlak terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Aspek yang satu mungkin berpengaruh pada aspek lainnya sehingga sulit untuk dibedakan. Bahkan satu problem dapat merupakan cakupan beberapa poin di atas. Susunan yang berurutan pun tidak mutlak mencerminkan prioritas.
2.2. Kesejahteraan Hewan di RPH
Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare) adalah usaha manusia untuk memelihara hewan meliputi kelestarian hidupnya disertai dengan perlindungan yang wajar. Pada prinsipnya kesejahteraan hewan adalah tanggung jawab manusia selaku pemilik atau pengelola hewan utuk memastikan hewan memenuhi 5 azas kesejah teraan hewan :
1. Bebas dari rasa lapar dan haus
2. Bebas dari rasa tidak nyaman
3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
4. Bebas dari rasa takut dan tertekan
5. Bebas untuk melakukan perilaku alaminya
Dalam pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) penting untuk memperhatikan dan melaksanakan kesejahteraan hewan, karena berhubungan dengan kualitas daging yang dihasilkan dan dapat atau tidak dinyatakan sebagai daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pemotongan secara wajar dan sesuai dengan syariat Agama Islam sudah memenuhi kesejahteraan hewan.
Sampai saat ini masih banyak ditemukan praktek menyimpang dalam pemotongan hewan di RPH-RPH dengan tujuan meningkatkan keuntungan dengan cara yang tidak sehat. Beberapa tindakan menyimpang yang melanggar kesejahteraan hewan antara lain :
·         Transportasi hewan secara tidak baik
·         Menganiaya dan menyakiti hewan serta membiarkan hewan kelaparan
·         Mencabut kuku, taring atau memotong ekor dan telinga demi alasan penampilan
·         Melakukan kastrasi pada hewan dengan tujuan percepatan penggemukan
·         Penglonggongan (pemberian minum berlebih secara paksa) pada ternak sebelum dipotong dengan tujuan menaikkan berat badan
·         Menyembelih ternak dengan pisau yang kurang tajam sehingga proses penyembelihan berlangsung lebih lama
·         Memotong kepala dan kaki atau menguliti ternak sebelum benar-benar mati demi memudahkan penyembelihan atau menghemat waktu
·         Memburu hewan untuk diambil hanya bagian tubuh tertentunya seperti gading, taring, tanduk dan kulit.
Karena hewan merupakan makhluk hidup, maka mereka dapat juga merasakan lapar, haus, tidak nyaman, ketakutan, rasa sakit dan ingin bebas melakukan perilaku alaminya. Karena itu perlu diperhatikan kesejahteraan hewan terutama di Rumah Pemotongan Hewan. Hal-hal mengenai kesrawan di RPH yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.      Penerimaan Hewan
·         Hewan yang baru datang diturunkan dari alat angkut dengan hati-hatidan tidak secara kasar
·         Diadakan pemeriksaan dokuen kesehatan hewan/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH)
·         Hewan diistirahatkan pada kandang penampungan yang layak terlebih dahulu selama minimal 12 jam sebelum dipotong
·         Pada saat diistirahatkan hewan dapat dipuasakan, namun masih tetap diberi minum yang mencukupi
·         Saat diistirahatkan hewan diperiksa antemortem oleh dokter hewan atau petugas paramedik dibawah pengawasan dokter hewan
·         Selama masa pengistirahatan hewan diperlakukan secara wajar
2.      Persiapan Penyembelihan
·         Sebelum hewan dipotong seluruh peralatan dan ruang pemotongan harus sudah siap dan bersih
·         Sebelum hewan masuk ruang pemotongan harus dibersihkan dahulu dengan air agar dalam proses selanjutnya kotoran tidak mencemari karkas/daging
·         Sebelum hewan dipotong hewan harus ditimbang
·         Dalam memasukkan hewan ke dalam ruang pemotongan melalui gang way harus dengan cara wajar, tidak secara kasar dan menimbulkan hewan kesakitan dan stress
3.      Penyembelihan
·         Pemotongan hewan dapat dilakukan dengan melakukan pemingsanan terlebih dahulu atau tidak
·         Apabila hewan dipingsankan terlebih dahulu cara pemingsanannya harus mengikuti fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan yang diperbolehkan
·         Jika hewan tidak dipingsankan terlebih dahulu, tata cara merobohkan hewan harus sesedikit mungkin menyebabkan hewan kesakitan/stress
·         Penyembelihan harus menggunakan pisau yang tajam dan dilakukan secepat mungkin dan tepat memotong tenggorokan, kerongkongan, pembuluh nadi leher dan pembuluh balik besar pada leher.
·         Proses selanjutnya, yaitu pengulitan, pelepasan kepala, pengeluaran jeroan dan pemotongan karkas dilakukan setelah hewan benar-benar mati
·         Pemastian kematian hewan dapat dilihat dari hilangnya refleks palpebra/kelopak mata
Dengan melaksanakan kesejahteraan hewan di RPH maka daging/karkas yang diperoleh dapat dinyatakan ASUH, dan masyarakat dapat mengonsumsi dengan perasaan tenteram karena sudah dijamin oleh RPH yang mengeluarkan daging tersebut. Penerapan kesrawan pada hewan ternak yang akan dipotong akan meningkatkan kualitas daging yang dihasilkan, tidak menyebabkan kecacatan pada karkas maupun hasil sampingannya seperti kulit, jeroan dan sebagainya, tidak menurunkan nilai gizi serta tidak membahayakan kesehatan konsumen.
2.3 UU Kesrawan
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Keswan) pada Pasal 66 ayat 1 dinyatakan bahwa untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan sedangkan ayat 2  menyatakan Ketentuan mengenai Kesejahteraan Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusia yang meliputi :  
1.      Penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi;
2.      Penempatan dan pengandangan dilkukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya;
3.      Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
4.      Pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
5.      Penggunaan dan pemamfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
6.      Pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; dan
7.      Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiyaan dan penyalahgunaan.
Penerapan KESRAWAN (hewan produksi) dalam penyediaan daging (ideal) mulai dari peternakan sampai penyembelihan.
Penerapan Kesrawan harus ditegakkan di RPH dan RPU dengan memperlakukan hewan yang akan disembelih dengan penuh rasa kasih sayang yang menjadi amal yang sangat dianjurkan.
Makna penerapan KESRAWAN dalam penyediaan daging :
1.      Sesuai dengan konsep “Halalan dan Thoyyiban”.
2.      Menghasilkan daging yang berkualitas baik, aman dan layak konsumsi.
3.      Memenuhi perlakuan hewan secara ikhsan.
Adapun salah satu kegiatan di RPH dan RPU  yang perlu diantisipasi berkaitan dengan penerapan Kesrawan adalah Kegiatan mulai dari Hewan Masuk ke RPH/RPU sampai dengan penyembelihan hewan untuk menghasilkan daging.
 

III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan

Kesejahteraan hewan (animal welfare) dapat diukur dengan indikator Lima Kebebasan (five freedoms), yaitu: bebas dari rasa haus dan lapar (freedom from hunger and thirst), bebas dari rasa tidak nyaman (freedoms from discomfort), bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (freedom from pain, injury and disease), bebas mengekpresikan perilaku normal (freedom to express normal behavior), bebas dari rasa takut dan stres (freedom from fear or distress).
3.2. Saran
Dalam pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) penting untuk memperhatikan dan melaksanakan kesejahteraan hewan, karena berhubungan dengan kualitas daging yang dihasilkan dan dapat atau tidak dinyatakan sebagai daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).









                                                                                                        







MANAJEMEN AYAM BROILER FASE STARTER DAN FASE GROWER


2.1. Ayam Broiler
            Broiler adalah ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging. Sehubungan dengan waktu panen yang relatif singkat maka jenis ayam ini mempersyaratkan pertumbuhan yang cepat, dada lebar yagn disertai timbunan daging yang baik, dan warna  bulunyang disenangi, biasanya warna putih.
            Ayam broiler telah banyak dipelihara oleh peternak didaerah perkotaan dan pedesaan baik sebagai usaha pokok atau sambilan, terutama di jawa. Penyebaran ayam broiler cukup luas karena produksi dagingnya dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan harganya yang relatif murah bila dibandingkan degngan daging merah. Di samping itu, pemeliharaan tidak memerlukan lahan yang relatif luas.
Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock. Yang mana memiliki karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal adalah 400 gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980) bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan energy yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak, (Anggorodi, 1985). Hal-hal yang terus diperhatikan dalam pemeliharaan ayam broiler antara lain perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan pemasaran. Banyak kendala yang akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara lain penyakit yang dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8 minggu akan menimbulkan kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien dibandingkan kenaikkan/penambahan berat badan, sehingga akan menambah biaya produksi (Anonimus, 1994)
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0 sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro (Suprijatna et al., 2005).                                                 
2.2. Pemeliharaan Starter
1.  Persiapan kandang dan perlengkapannya
            Sebelum anak ayam tiba maka kandang harus sudah siap. Persiapan kandang doc untuk ayam broiler tidak berbeda dengan doc utuk ayam petelur. Begitu pula perlengkapan kandangnya, sampai mencapai pertumbuhan bulu yang sempurna. Penempatan tempat makan atau minum juga sama.
            Saat ini berbagai perlengkapan kandang (tempat makan / minum) buatan pabrik, dari yang sederhana sampai yang otomatis mulai banyak diperjualbelikan
1.      Ransum starter (0-3 minggu)
            Ransum yaitu campuran dari berbagai bahan pakanyang diberikan selama 24 jam. Bahan pakan yang biasa digunakan untuk ransum ayam broiler yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, minyak kelapa, kulit kerang, dan tepung tulang.
            Penyusunan ansum ayam broiler, didasarkan pada kandungan energi dan protein. Untuk ayam broiler, pada umur 0-3 minggu, ransum yang digunakan harus mengandung protein 23% dan energi metabolis 3.200 kkal/kg (NRC/2984). Namun menururt beberapa penelitian bisa juga digunakan ransum dengan protein 22% dan energi metabolis 3000 kkal/kg sampai ayam tersebut dipanen. Kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar 7%, lemak 8%, kalsium 1%, dan phosphor yang tersedia sekitar 0,45%.
            Untuk itu jika akan menyusun ransum perlu diketahui kandungan zat-zat makanan yang terkandung di dalam bahan pakan yang akan digunakan. Kandungan zat makanan dapat diketahui melalui analisa laboratorium dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan dan energi metabolis pakan
No
Bahan pakan
Protein (%)
Lemak (%)
Serat kasar (%)
Energi metabolis (kkal/kg)
1
Jagung kuning
8,6
3,9
2,0
3.370
2
Dedak halus
12,0
13,0
12,0
1.630
3
Bungkil kedelai
45,0
0,9
6,0
2.240
4
Bungkil kelapa
21,0
1,8
15,0
1.540
5
Bungkil kacang tanah
42,0
1,9
17,0
2.200
6
Tepung ikan
61,0
4,0
1,0
2.830

            Berdasarkan hasil analisa kandungan zat-zat pada bahan pakan dan kebutuhan ransum untuk ayam maka dapat disusun ransum yang diperlukan. Contoh ransum ayam broiler untuk fase starter dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Susunan ransum ayam broiler fase starter
No
Bahan pakan
Jumlah
Protein
lemak
Serat kasar
EM
1
Jagung
60,00
5,16
2,34
1,20
2.022,00
2
Dedak halus
3,00
0,36
0,39
0,36
48,90
3
Bungkil kedelai
20,50
9,23
0,18
1,23
459,20
4
Bungkil kelapa
1,50
0,32
0,02
0,23
23,10
5
Tepung ikan
13,00
7,90
0,52
0,13
370,50
6
Minyak kelapa
1,50
-
-
-
129,00
7
Premix-A
0,50
-
-
-
-

Jumlah
100,00
22,97
3,45
3,15
3.052,70
                    
            Untuk memudahkan perhitungan, ransum disusun per seratus kilo gram. Ransum pada tabel 2 dihitung dengan menggunakan energi metabolis 3000 kkal/kg dengan protein 23%. Kandungan protein ransum ini cukup tinggi, agar bisa mendukung pertumbuhan ayam. Masa pertumbuhan ayam broiler yang paling cepat yaitu sejak menetas sampai umur 3-4 minggu.
2.      Pencegahan penyakit
            Untuk menghasilkan ayam broiler yang sehat, selain memperhatikan kebersihan lingkungan juga perlu melakukan vaksinasi maupun pemberian obat-obatan dan vitamin. Vaksinasi dilakukan untuk mencegah penyakit unggas menular yang tidak bisa diobati misalnya ND/tetelo, dan gumboro. Jenis vaksin ND ini banyak tersedia di poultry shop dengan merk dagang dan cara penggunaan yang berbeda. Contoh vaksin gumboro yaitu Medivac Gumboro-A, yang diberikan sekitar 12 hari. Pemberian jenis vaksin yang berbeda tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan ayam tidak tahan. Contoh program pencegahan penyakit dalam pemeliharaan ayam broiler dapat dilihat pada tabel 3.
            Dosis pemakaian dan petunjuk penggunaannya biasanya tercantum dalam kemasan vaksin yang akan digunakan. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada sore hari agar ayam lebih mudah ditangkap (bila vaksin melalui suntikan ). Di samping itu, vaksin tidak akan terkena sinar matahari yang dapat mematikan vaksin. Jika vaksin diberikan melalui air minum, maka ayam harus dipuasakan dulu sekitar 2-3 jam sebelummya supaya air minum yang telah diberi larutan vaksin cepat habis, sehingga vaksin tidak mati atau terbuang.
            Program pencegahan penyakit atau penggunaan obat-obatan/ vitamin, untuk tiap peternak berbeda-beda tergantung kepada jenis penyakit yang sering timbul di peternakan tersebut. Serangan penyakit ini dapat meningkatkan angka kematian. Angka kematian sekitar 5% dari mulai pemeliharaan DOC sampai dipasarkan, masih dianggap cukup berhasil.
Tabel 3. Program pencegahan penyakit dalam pemeliharaan ayam broiler
Umur (hari)
Nama vaksin/obat
Teknik pelaksanaan
tujuan
1-2
Hidrostress
5 g/10 liter air minum
Mengurangi stress
1-6
Vaksin ND
  Tetes mata
Mencegah penyalit ND
3-5
Sindoflox
1 ml/2 liter air minum
Mencegah CRD
6-8
Vitastress
1 g/1 liter air minum
Mengurangi stress
9-11
Theraphy
1 g/2 liter air minum
Mencegah coccidiocis
12
Medivac Gumboro A
Melalui air minum
Mencegah gumboro
12-15
Hidrostress
5 g/10 liter air minum
Mengurangi stres
16-17
Theraphy
1 g/2 liter air minum
Mencegah coccidiocis
18-19
Hidrostress
5 g/10 liter air minum
Mengurangi stres
22-23
Theraphy
1 g/2 liter air minum
Mencegah coccidiocis
24-27
Hidrostress
5 g/2 liter air minum
Mengurangi stres
28-23
Dinabro
5 g/10 liter air minum
Merangsang pertumbuhan
2.3. Pemeliharaan Grower/ Finisher
1. Kandang 
a. sistem litter
            Anak ayam yang bulunya telah tumbuh sempurna (selesai fase starter) biasanya dipindahkan ke kandang finisher. Dalam pemeliharaan broiler biasanya kandang untuk pemeliharaan finisher juga digunakan untuk brooder.
Bagunan kandang yang digunakan yaitu kandang yang kedua sisi dindingnya terbuka sebagai ventilasi. Pemeliharaan ayam broiler biasanya menggunakan sistem litter. Sistem litter yaitu kandang yang lantainya ditutup dengan bahan organik yang partikelnya berukuran kecil. Sistem litter banyak dipakai karena pemeliharaannya mudah dan murah. Sementara pemeliharaan dalam sistem cage biayanya lebih mahal dan pemeliharaannya relatif lebih sulit. Bahan  litter yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
·        Ringan.
·        Mempunyai partikel yang sedang.
·        Daya serap yang tinggi.
·        Cepat menjadi kering.
·        Lunak.
·        Mempunyai nilai konduksi panas yang rendah.
·        Tidak menghisap air dari udara.
·        Murah dan mudah di dapat.
·        Dapat digunakan untuk pupuk.
            Dalam keadaan terpaksa litter bekas yang pernah dipakai bisa digunakan lagi. Namun, perlu diperhatikan bahwa litter tersebut harus kering dan bukan bekas pemeliharaan ayam yang pernah terkena penyakit menular supaya tidak terjadi penularan penyakit kepada ayam yang akan dipelihara.
            Hal lain juga perlu di perhatikan yaitu populasi ayam dalam kandang sebaiknya tidak terlalu padat. Jika terlalu padat maka akan mempengaruhi performa ayam, misalnya sebagai berikut.
·         Konsumsi ransum menurun akibat beberapa hal misalnya. Temperatur kandang meningkat, ransum banyak yang tumpah dan kesempatan makan yang berkurang.
·         Pertumbuhan menurun.
·         Efisiensi penggunaan ransum menurun.
·         Kematian bertambah.
·         Kanibalisme bertambah.
·         Banyak terjadi breast blister (bagian yang mengeras di bagian dada).
·         Pertumbuhan bulu berkurang.
·         Banyak patah tulang pada saat processing (condemnation).
            Kandang sistem litter dengan populasi terlalu padat biasanya sanagnt bau dan kondisi litter basah. Bau ini timbul karena adanya gas amonia (NH3) yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam proses pembusukan kotoran. Jika kadar amonia dalam kandang sudah mencapai 50 ppm maka berat badan ayam yang dipelihara akan berkuarang sekitar 8% pada umur 7 minggu. Kondisi litter yang basah bisa menimbulkan berbagai macam penyakit (snot, penyakit cacing, dan sebagainya).
            Kadar amonia dalam kandang akan cepat, meningkat jika pH litter mencapai 8, sedangkan jika pH < 7 maka amonia yang terbentuk akan lebih sedikit. Untuk mengurangi bau dalam kandang ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
·         Mengurangi kepadatan ayam dalam kandang. Kepadatan biasanya 10-12 ekor/m2, untuk dataran rendah biasanya 8-10 ekor/m2.
·         Dengan mencampurkan superphosphat 1,09 kg/m2  pada litter atau dengan menyemprotkan posphoric acid 1,9 liter/m2.
            Kandang sistem litter bisa dibuat bertingkat (dua/tiga lantai). Namun, dengan kandang bertingkat, lebih banyak tenaga kerja yang digunakan apalagi kalau pemberian makan/minum dilakukan secara manual.
            Di daerah-daerah dekat pantai, kandang yang digunakan biasanya menggunakan sistem panggung dengan alas dari bilah-bilah bumbu atau kayu. Hal ini dimaksudkan agar didalam kandang tidak terlalu panas karena ada udara yang bisa masuk dari bawah kandang.
b. Sistem cage
            selain pemeliharaan dalam sistem litter, ayam broiler dapat pula dipelihara dalam sistem cage. Peternak jarang yang menggunakan sistem ini karena biayanya cukup mahal.
Kelebihan pemeliharaan dengan sistem cage yaitu sebagai berikut.
·        Lebih banyak ayam yang bisa dipelihara karena kandang bisa ditingkatkan.
·        Penangkapan ayam lebih mudah pada saat akan dipasarkan dan resiko bruises (memar) dapat dikurangi.
·        Biaya litter tidak ada.
·        Penyakit coccidiocis dapat dikurangi.
·        Pembersihan kandang lebih mudah.
Kerugian pemeliharaan dengan sistem cage yaitu sebagai berikut.
·        Banyak yang mengalami breast blister (lepuh dada).
·        Tulang dada banyak yang bengkok.
·        Banyak trim (garis-garis merah) pada kulit setelah processing.
·        Tulang sayap biasanya rapuh, sehingga banyak terjadi kerusakan pada saat apkir.
·        Sering terjadi infeksi pada folicle bulu.
2.  Perlengkapan Kandang
            Pemeliharaan broiler umumnya menggunakan sistem litter, tetapi di daerah-daerah tertentu menggunakan sistem slatt. Tempat makanan dan minuman merupakan perlengkapan yang harus ada di dalam kandang. Bentuk tempat makan dan minum ini agak sedikit berbeda bila di bandingkan dengan tempat makan atau minum anak ayam.
            Sebelum kita memberi makan dan minum, tedapat makanan dan minum harus dalam keadaan bersi. Jika dalam tempat ada sisa-sisa makanan yang sudah tengik/busuk maka akan menurunkan nafsu makan ayam dan menjadi sumber penyakit.
            Untuk menjaga agar ayam tetap sehat maka tempat makan/minum harus mudah di bersihkan,tidak mudah tumpah, mudah di isi, dan ayam mudah makan/minum dari tempat tersebut. Tempat di buat oleh pabrik dengan design sederhana sampai otomatis. Bahan-bahan yang di gunakan sebagian besar di buat dari plastik sehingga mudah di bersihkan.
            Tempat makan/minum yang di gunakan petani ternak, umumnya berbentuk bulat (hanging feeder/materrer) di gantung di langit-langit kandang dengan kawat/tali. Dalam menyediakan tempat makan/minum harus disesuaikan dengan jumlah ayam yang ada dan telah diperhitungkan setiap ekor ayam mempunyai  kesempatan yang sama dalam mengambil makan/minum. Jika tempat makan kurang, maka ayam akan berebut mengambil makam/minum sehingga banyak tercecer bahkan tumpah.
            Untuk mengontrol cukupnya persediaan tempat makan dapat dilakukan dengan melihat sesaat setelah ayam diberi makan, apakah semuanya bisa makan bersamaan atau tidak. Jika ada sebagian ayam yang tidak mempunyai peluang makan pada saat yang bersamaan, maka tempat makan perlu ditambah. Berbeda dengan tempat air minum, karena ayam biasanya tidak minum bersamaan tetapi bergiliran.
            Tempat makan/minum yang berbentuk trough sudah jarang digunakan dalam kandang sistem litter karena ransum mudah tercemari oleh kotoran. Ransum yang tercemari biasanya dibuang sehingga menjadi tidak efisien. Perusahaan besar biasanya menggunakan tempat makan/minum otomatis.
3. Ransum Fase Finisher
            Pada periode finisher (umur 3-6 minggu), kondisi pertumbuhan ayam broiler mulai menurun. Untuk itu, protein dalam ransum diturunkan menjadi 20% (NRC, 1994), sedangkan energi ransum, yang digunakan 3000-3200 kkal/kg. Bahan-bahan penyusun ransum untuk starter tidak berbeda dengan bahan penyusun ransum untuk finisher. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan pada ayam broiler bisa berbentuk pellet, mash, atau crumble. Ransum ayam broiler banyak dijual dengan merk dagang yang berbeda-beda, tergantung pabrik yang mengeluarkan.
            Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Pada hari pertama mula-mula deberi ransum starter 75% di tambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi ransum finisher 75% dan pada hari berikutnya baru diberikan ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan.
            Kadang-kadang para peternak tidak membeli ransum yang sudah jadi, tetapi membeli konsentrat dan mencampurnya dengan bahan pakan yang mereka miliki misalnya jagung. Konsentrat adalah campuran bahan pakan yang mengandung gizi tinggi untuk dicampur dengan bahan pakan lain sehingga tercapai kebutuhan untuk ternak yang akan diberi makan sesuai dengan tujuan produksinya.
 
Tabel 4. Susunan Ransum Broiler Finisher
No
Bahan Pakan
Jumlah
PK (%)
LK
(%)
SK
(%)
CA
(%)
P
(%)
EM (kkal/kg)
1
Jagung kuning
60,0
5,16
2,34
1,20
0,01
0,06
2.022,00
2
Bungkil kedelai
15,0
6,75
0,13
0,90
0,04
0,04
336,00
3
Dedak halus
5,5
0,66
0,71
0,66
0,01
0,01
89,65
4
Tepung ikan
11,0
6,71
0,44
0,31
0,60
0,30
311,30
5
Bungkil kelapa
5,0
1,05
0,09
0,75
0,01
0,01
84,70
6
Minyak kelapa
2,0
-
2,00
-
-
-
172,00
7
grit
1,0
-
-
-
0,38
0,20
-
8
premix
0,5
-
-
-
-
-
-
Jumlah
100,0
20,33
5,71
3,62
1,05
0,62
3.015,65

2.4. Konsumsi Ransum
            Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan. Jika ayam diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah maka ayam akan makanlebih banyak. Sebaliknya, jika disediakan ransum dengan kandungan energi tinggi maka ayam akan makan lebih sedikit, karena kebutuhan energinya cepat terpenuhi. Sumber energi utama dalam ransum biasanya menggunakan jagung kuning.
            Temperatur lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Jika temperatur lingkungan meningkat dari keadaan normal maka ayam akan lebih banyak  minum dan sedikit makan. Sebaliknya jika temperatur lingkungan menurun maka konsumsi ransum meningkat. Temperatur lingkungan yang optimal untuk pemeliharaan broiler yaitu sekitar 18-21˚ C.
            Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum yaitu bentuk fisik ransum. Bentuk fisik ransum yang biasa diberikan kepada ayam broiler  adalah mash, crumble, dan pellet. Bentuk pellet lebih bnayak di makan karena unggas umunya lebih menyukai ransum bentuk butiran.
            Dari hasil penelitian, pemeliharaan ayam broiler tanpa pemisahan jenis kelamin, dengan waktu pemeliharaan selama 5 minggu, yang diberi ransum dengan energi metabolis 3000 kkal/kg dan protein ransum 22%, ransum yang dihabiskan sekitar 2,5 kg/ekor, bobot badan yang dihasilkan berkisar 1,2-1,3 kg/ekor.
2.5. Konsumsi Minum
            Air minum harus selalu tersedia setiap saat untuk broiler dengan kualitas air minum yang baik dan bebas dari Salmonella, E.Colli dan bakteria patogen lainnya. Kekurangan persediaan air minum, baik dalam jumlah, penyebaran serta jumlah tempat minum dan konsumsinya dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
Pada saat ayam datang, berikan larutan gula 1% paling lama 2 – 3 jam pertama serta berikan antibiotik pada hari ke-1 hingga ke-3 disaat pagi hari (paling lama 5 – 6 jam) dan berikan vitamin pada saat sore hari.
            Air harus selalu bersih dan segar dan dilakukan test secara teratur terhadap kandungan zat kimia dan komposisi bakteriologi (6 bulan sekali). Untuk menjaga air dalam kondisi normal, gunakan 3-5 ppm chlorine untuk mengurangi masalah Salmonella, E.Colli dan bakteria patogen lainnya.
  • Ketinggian tempat air minum untuk broiler
            Tempat air minum harus selalu dicek ketinggiannya setiap hari. Pada umur 18 hari diatur ketinggiannya bibir tempat air minum sejajar dengan punggung ayam. Kandang yang menggunakan nipple harus disesuaikan ketinggiannya secara sentral menggunakan kerekan (handwind) sehingga ayam dapat minum dengan mengangkat kepala 34◦-45◦ terhadap nipple.
  • Level air minum
            Ketinggian air minum sebaiknya 0,6 cm di bawah tutup tempat minum sampai dengan 7-10 hari dan harus ada air di dasar tempat minum dengan ketinggian 0,6 cm sejak hari ke-10 dan selanjutnya. Pengeluaran air dari nipple minimal 80 ml per menit dengan tekanan 30-40 cm water column.
  • Kualitas air minum
            Kualitas air sangat penting karena ayam minum 2-2,5 kali dari jumlah pakan yang dikonsumsinya. Lakukan analisa kualitas air minum dua kali setahun untuk memastikan bahwa air minum tersebut masih layak dikonsumsi ditinjau dari kandungan mineral, bahan organic dan bakteri.
            Pada temperature normal, konsumsi air minum ayam adalah 1,6 – 2,0 kali dari konsumsi pakan. Faktor ini sebaiknya digunakan sebagai pedoman sehingga penyimpangan konsumsi air yang berkaitan dengan kualitas pakan, temperature atau kesehatan ayam dapat segera diketahui dan diperbaiki.
Konsumsi air/100 ekor/hari
(pada suhu 21o C)
Umur (minggu) liter
1. 58 – 65
2. 102 – 115
3. 149 – 167
4. 192 – 216
5. 232 – 261
6. 274 – 308
7. 309 – 347
8. 342 – 385
2.6. Konversi Ransum
            Efisiensi ransum yang diberikan kepada ayam bisa dilihat dari angka konversi ransum. Konversi ransum didenifisikan sebagai banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot badan. Angka konversi ransum yang rendah (kecil) berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit, begitu pula sebaliknya.
            Pada minggu pertama, angka konversu ransum ayam broiler ini rendah. Pada minggu-minggu berikutnya akan meningkat sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya.
            Tabel 5 memperlihatkan bahwa jantan lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging dibandingkan betina. Hal ini karena pertumbuhan jantan lebih cepat dibandingkan betina. Pada umur 6 minggu, konfersi ransum pada jantan maupun betina diatas angka dua. Jika konversi ransum jauh di atas angka dua maka kurang menguntungkan. Oleh karena itu ayam broiler dipasarkan  maksimal umur 6 minggu.
Tabel 5. Konversi ransum ayam broiler selama 6 minggu
Umur (Minggu)
Jantan
Betina
Jantan Dan Betina
1
0,80
0,80
0,80
2
1,20
1,22
1,21
3
1,37
1,41
1,39
4
1,70
1,78
1,74
5
1,98
2,08
2.03
6
2,29
2,35
2.32